Jumat, 26 Desember 2014

Ketika 'Mereka' Menyambut Natal...

Unknown

NATAL ITU NIKMAT...


Ini hanya untuk humor-humoran dan ini cerita tentang Natal, tepatnya detik-detik menjelang Natal, tanggal 24 Desember tengah malam, menjelang tanggal 25 Desember. Di hampir setiap sudut dunia, entah melalui televisi, radio,dll terdengar lagu-lagu Natal. Berbagai bentuk perayaan Natal pun terjadi: di Barat orang main salju, di Timur (sebagian besar, tapi tidak seluruhnya) juga ingin salju-saljuan, tapi karena tidak ada salju, orang pakai kapas yang ditabur di sekitar pohon Natal, ‘seakan-akan’ itu salju. Pohon Natal mulai dari kelas teri yang bisa dibeli dengan recehan sampai yang kelas kakap yang hanya bisa dibeli tunai pakai dolar (karena kalau mau pakai rupiah tunai, kantong tidak bisa menampung, efek inflasi) bersinar kerlap-kerlip.  Pokoknya ramai, cetar membahana badai....

Tapi, sekelompok orang sedang gelisah, dan memang mereka orang yang suka gelisah. Semua hal didiskusikan, digelisahkan, digerayangi. Natal pun juga demikian. Dalam sebuah ruang yang sempit mereka mendiskusikan kegelisahannya.
Ayo kita intip mereka:

Leela Gandhi   :

Yesus, awalnya lahir di Timur, di Asia!!! Tetapi hampir semua perayaan tentang kelahirannya sarat dengan budaya Barat. Bukankah ini sebuah paradoks dalam hubungan Timur dan Barat, Tuan-tuan? Bahkan orang-orang Timur ikut-ikutan merayakan kelahiran Yesus versi  narasi Barat: Santa Clause-lah, pohon Natal-lah, lagu-lagu Natal yang serba Barat-lah.... Inilah akibat kolonialisme... Bikin sakit kepala saja....

Foucalut           :

Walaupun kami ini masuk golongan “Barat”, tapi benar sekali itu, Nona Leela, dan relasi kekuasaan itu mengalami persebaran melalui institusi-institusi: mulai dari perusahaan kaset, televisi, radio, dll, bahkan melalui Gereja. Gereja bahkan bisa menjadi Panopticon: kalau Pendeta tahu bahwa saya, misalnya, tidak datang Natalan di Gereja, kan rasanya gimana gitu....

Derrida            :

Memang menyedihkan semua itu Tuan-tuan dan Nona Leela. Benar-benar sebuah oposisi biner!!! Ini harus didekonstruksi!!!

Nietzsche         :

Yang parahnya, mereka menganggap bahwa itu adalah kelahiran Tuhan, Tuhan yang berinkarnasi menjadi manusia. Padahal kan Tuhan sudah mati... dan yang membunuhnya ya mereka-mereka juga, ya kita, manusia...!!! Bagaimana mungkin masih merayakannya.... Aneh!!!

Marx                :

begini, sebenarnya, mereka tidak tahu semua itu, bahwa di balik ideologi Natal yang mendunia tersebut, tersembunyi kepentingan-kepentingan tertentu. Benar-benar sebuah kesadaran palsu!!! Saya juga stres memikirkannya. Ujung-ujungnya yang diuntungkan kan ya pemilik modal, pemilik alat produksi. Contohnya saja, tetangga saya yang kerja di pabrik kaset. Bayangkan coba, bulan ini, dia mengerjakan banyak sekali kaset Natal, kalau di jual nilainya Rp. 2.500.000, tapi semua itu untuk perusahaan. Lalu dia digaji Rp. 300.000, jadi dia menghasilkan nilai-lebih sejumlah Rp. 2.000.000. Sebenarnya Rp. 2.200.000, tapi yang Rp. 200.000 itu anggaplah ongkos penjualan dan perawatan alat produksi. Sederhananya, dia dieksploitasi sebanyak Rp. 2.000.000....  Lebih parahnya lagi, gajinya yang cuma seadanya itu diserahkan ke istrinya untuk belanja Natal di ‘pasar’, termasuk membeli kaset yang dia buat sendiri di pabrik. Apa ini tidak keterlaluan...?? Ya, tapi dia senang-senang aja, yang penting bisa Natalan katanya... dia benar-benar tidak tahu bahwa dia dan semua karyawan pabrik sedang dieksploitasi. Padahal, sekali mereka semua bersatu, berhenti kerja misalnya, maka saya jamin perusahaan kaset itu gulung tikar, dan si bos ‘lengser keprabon’ dari statusnya sebagai juragan kaset....

Zizek               :

Tuan Marx yang terhormat, mereka bukannya tidak tahu, mereka sangat tahu!!! Tapi mereka tetap melakukannya. Itu bukan karena kesadaran palsu Tuan, tetapi ada kenikmatan yang disediakan oleh perayaan Natal itu. Kemarin saya diskusikan itu dengan Tuan Lacan, bukan begitu Tuan Lacan?

Lacan               :

ya, benar... persoalannya bukan pada mereka tahu atau tidak, seperti yang sering Tuan Zizek katakan: bukan pada “knowing”, karena jelas mereka sangat tahu. Persoalannya ada pada, kenapa mereka tetap melakukannya, pada “doing”, walaupun mereka tahu semua persoalan yang sudah tuan-tuan ungkapkan. Ya itu tadi yang dikatakan Tuan Zizek, ada kenikmatan, atau semacam fantasi ideologis. Atau apalah namanya....

Leela Gandhi   : ya, tapi kan ... (terputus karena kegaduhan di luar)


Tiba-tiba sirine tanda Natal telah tiba berbunyi dan orang mulai ramai berteriak-teriak kegirangan sambil main petasan. Mereka semua, orang-orang yang suka gelisah ini, serentak melirik jam dinding: pukul 00.01 a.m.

Sejenak mereka terdiam, saling memandang, dan tanpa dikomando mereka berhamburan keluar. Marx dan Zizek langsung ke penjual petasan, membeli banyak sekali petasan dan meledakkannya ke udara sambil jingkrak-jingkrak kegirangan. Waktu duitnya yang memang cuma sedikit di kantong habis, Marx berlari ke rumah sahabatnya,Engels, dan pinjam uang untuk beli petasan lagi. Leela Gandhi berlari-lari kecil menuju rumahnya, dan memeriksa tempat sepatu, waw, dia dapat kado dari Santa Clause!!! Ia menangis, bahagia sekali. Bagaimana tidak, Santa Clause datang jauh-jauh dan memberinya hadiah. Sementara Derrida dan Foucault langsung menuju lapangan, dimana orang ramai berkumpul, berdansa sambil diiringi lagu ‘Wonderful Christmas Time’ yang dinyanyikan oleh Hillary Duff, ‘O Holy Night’ yang dinyanyikan Mariah Carey, ‘Step Into Christmas, oleh Elton John, dan lagu-lagu Natal lainnya yang semua dinyanyikan oleh penyanyi kenamaan dunia asal Eropa dan Amerika (bagian Serikat!!!). Mereka berdua, Derrida dan Foucault, pun langsung saling berangkulan, membentuk irama dansa, dan... ehem...ehem...., mesra sekali... Lacan langsung menuju kampus, tempat ia biasa mengajar, tapi kali ini bukan untuk mengajar, melainkan minum bir Guinness dan beberapa botol Jack Daniels bersama para mahasiswanya..... Nietzsche lansung mengambil tongkatnya dan masuk ke dalam sebuah goa. Ia menyalakan beberapa lilin, lalu memutar lagu ‘Silent Night dari Smartphone BlackBerry 8520, yang merupakan hadiah Natal tahun lalu dari Salome (waktu itu mereka belum putus). Ia lalu duduk bersila, bermeditasi.... Oh, damainya....

Beberapa jam kemudian, tepatnya pukul 10.00 a.m., tanggal 25 Desember, ibadah Natal berlangsung dengan sangat khidmat di Gereja yang terletak di pusat kota. Tahu tidak, yang memimpin ibadah ternyata bukan pendeta, tapi filsuf: G.W.F. Hegel!!! Dia berkhotbah tentang peristiwa Natal mirip dengan Fenomenologi Roh, bahasa Torajanya: Die Phanomenologie des Geistes!!! Tak perlu dibahas di sini tentang isi khotbahnya itu, karena dijamin bikin pusing... ada alineasi, ada kesadaran inderawi, ada Roh Absolut, ada dialektika: tesis, antitesis, sintesis, ada kategori realitas, nichts, Werden, Begriff, bla...bla...bla...   Mereka semua, orang-orang yang suka gelisah itu, duduk paling depan; semua pakai kemeja yang masih baru, kecuali Zizek yang pakai kaos oblong. Hanya Marx dan Nietzsche yang tidak tampak. Marx: tangannya masih sakit karena semalam kena petasan, tapi yang utama karena dia sudah tidak punya uang untuk ongkos becak ke Gereja dan untuk persembahan. Juga ia musuhan dengan Hegel. Karena itulah ia tidak datang ke Gereja pagi ini, rencananya ibadahnya nanti sore, dijemput pakai mobil oleh Engels dan Feuerbach, sekalian mau pinjam uang lagi untuk persembahan Natal dan beli kado buat anak dan istrinya, dan juga kado buat... ehem... pembantunya!!. Sementara Nietzsche sebenarnya paling cepat datang, tapi karena ia ‘datang terlalu pagi’, ia balik lagi ke goa, dan, meditasi lagi....


Natal yang sangat mengesankan, dan sangat ideologis....


Yogyakarta, subuh,  23 Desember 2012...

0 komentar:

Posting Komentar

postingan populer :