Yang paling aneh, salah satu yang juga ditanyakan adalah: apakah membawa peniti atau tidak? Jelas saja rombongan tersebut kebingungan. Menurut para petugas tersebut, peniti berguna sebagai alat untuk utak-atik busi seandainya macet di jalan. Karena itu, tidak membawa peniti berarti termasuk ke dalam pelanggaran sedang dan harus membayar denda. Salah seorang dari rombongan, yang motornya baru berusia satu bulan dengan surat-surat lengkap, mengaku diminta membayar denda sejumlah Rp. 150.000 untuk pelanggaran tidak membawa peniti tersebut.
“Karena kami buru-buru, kami tidak bisa berbuat banyak selain mengikuti kemauan petugas tersebut. Kami tidak yakin kalau ini benar-benar sebuah pelanggaran. Hanya saja, perdebatan yang panjang akan menyita waktu, sementara kami harus segera melayat” Demikian pengakuan UV, salah satu korban sweeping peniti.
Menurut kabar yang beredar, sweeping yang serupa dengan yang dialami oleh rombongan tersebut memang sering terjadi. Beberapa tanggapan yang masuk ketika kasus tersebut diposting di FB menunjukkan bahwa daerah itu memang jadi arena sweeping akal-akalan.
Seperti yang diungkapkan oleh Vian Aja :
"Sudah jadi rahasia umum polisi di bagian lebang itu sering nyari2 kesalahan, dan uang damainya skarang memang selalu diminta 150rb. Di sini ga secanggih di jawa sana ada yg nyamar jadi polisi, di lebang itu polisi asli.. Jadi kalau ga mau di peras lewat situ jam 12 siang atau setelah jam 5 soreh.. Biar surat2 lengkap selalu saja di cari2 kesalahannya.. Sekarang istilahnya bukan lagi "damai itu indah", tapi "damai itu 150rb rupiah"
Hal itu dibenarkan oleh Serahinovasishalose :
"memang coba sj duduk" liat klo lg swiping d bawah..klo org lengkap dng jaket dan sepatu sprti perjalaan jauh psti di tahan tp coba sj lewat tdk pakai helm pake baju n celana pendek seperti mau ke kebun psti tidak di tahan..."
Peristiwa ini tentu menimbulkan tanda tanya besar, terutama pada kinerja kepolisian yang seharusnya mengayomi masyarakat. Akibatnya, banyak masyarakat yang mempertanyakan kinerja kepolisian yang demikian.
Seperti yang diungkapkan oleh Vian Aja :
"Sudah jadi rahasia umum polisi di bagian lebang itu sering nyari2 kesalahan, dan uang damainya skarang memang selalu diminta 150rb. Di sini ga secanggih di jawa sana ada yg nyamar jadi polisi, di lebang itu polisi asli.. Jadi kalau ga mau di peras lewat situ jam 12 siang atau setelah jam 5 soreh.. Biar surat2 lengkap selalu saja di cari2 kesalahannya.. Sekarang istilahnya bukan lagi "damai itu indah", tapi "damai itu 150rb rupiah"
Hal itu dibenarkan oleh Serahinovasishalose :
"memang coba sj duduk" liat klo lg swiping d bawah..klo org lengkap dng jaket dan sepatu sprti perjalaan jauh psti di tahan tp coba sj lewat tdk pakai helm pake baju n celana pendek seperti mau ke kebun psti tidak di tahan..."
Peristiwa ini tentu menimbulkan tanda tanya besar, terutama pada kinerja kepolisian yang seharusnya mengayomi masyarakat. Akibatnya, banyak masyarakat yang mempertanyakan kinerja kepolisian yang demikian.
Tulisan ini pertama kali diposting di FB 15 Februari 2014: Frans Pangrante, juga disebarkan oleh seorang teman di Kompasiana : Tidak Bawa Peniti, Ditilang 150rb.
Niat saya untuk memposting kembali tulisan ini muncul secara tidak sengaja. Ide itu muncul ketika saya bercakap-cakap dengan beberapa mahasiswa baru asal Toraja di Yogyakarta bulan September 2015. Dalam perbincangan kami, terungkap bahwa sweeping akal-akalan itu terus berlanjut sampai sekarang.
Kapan berhentinya? Sepertinya tidak akan berhenti, seperti yang dikatakan oleh Ruben Renden (4/9/2015) via komentar facebook (buka di sini):
Kapan berhentinya? Sepertinya tidak akan berhenti, seperti yang dikatakan oleh Ruben Renden (4/9/2015) via komentar facebook (buka di sini):
0 komentar:
Posting Komentar